WALHI juga mengingatkan pemerintah untuk segera membuka dialog multipihak agar konflik tidak makin membara.
Ketegangan mencapai puncaknya saat pembongkaran warung-warung di Pantai Sanglen dimulai, Selasa (29/7/2025).
Aparat bertindak tanpa kompromi, membongkar bangunan semi permanen yang disebut berdiri di atas SG.
“Warung kami dihancurkan tanpa negosiasi. Bahkan banner Sri Sultan HB IX ikut dirusak,” ungkap Wastono, anggota Paguyuban Sanglen Merdeka.

Ia menunjukkan coretan ancaman di reruntuhan bangunan: “Gelem Bongkar Ora?” dan “Bongkaren iki Selanjute.”
Warga menyebut tindakan itu sebagai teror, bukan penegakan hukum.
Paguyuban Sanglen Merdeka menuntut transparansi dan keadilan dalam pengelolaan tanah SG.
“Kami ingin dialog, bukan intimidasi. Ini bukan hanya soal warung, tapi soal masa depan keluarga kami,” ujar salah satu warga.
Mereka menuntut Pemda DIY dan Keraton berhenti mengambil langkah sepihak.
Hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari Pemda DIY atas tudingan intimidasi. Namun, sumber internal menyebut,
“Proses pengosongan tetap berjalan. Kami hanya menjalankan amanat undang-undang.”
Konflik agraria ini pun masih jauh dari selesai.
Penulis : Wawan
Editor : Peristiwaterkini
Halaman : 1 2

















