Dekan FKKMK UGM, Prof. Yodi Mahendradhata menyatakan, kunjungan tersebut merupakan bentuk penolakan terhadap Undang-Undang Kesehatan yang dinilai tidak mengutamakan prinsip mutu, keadilan, dan keselamatan publik. keselamatan pasien harus menjadi prioritas utama.
“Ketika keselamatan pasien tidak menjadi prioritas, maka dampaknya bukan hanya dirasakan oleh individu yang dirawat, tetapi juga masyarakat luas dalam bentuk penurunan kualitas hidup dan hilangnya rasa aman terhadap layanan kesehatan,” ujarnya.
Ia menyebutkan, suara serupa juga datang dari berbagai universitas besar di Indonesia seperti UI, Unhas, USK, Unair, dan lainnya, yang menunjukkan besarnya kekhawatiran terhadap dampak UU Kesehatan.
Selain kualitas pendidikan, para akademisi menyoroti persoalan hukum dan kebijakan terkait praktik tenaga kesehatan. Mereka menolak pencabutan STR dan SIP secara sepihak oleh Kementerian Kesehatan tanpa melalui mekanisme etik dan hukum yang berlaku.
Menurut mereka, penyelesaian kesenjangan tenaga kesehatan bukan dengan membuka lebih banyak fakultas, tetapi dengan pemerataan distribusi dan peningkatan mutu.
“Keprihatinan ini adalah cerminan dari berbagai persoalan mendasar terkait implementasi UU Kesehatan. Jika tak dikoreksi segera, kita menghadapi risiko serius: merosotnya kualitas layanan dan pendidikan kedokteran nasional di masa depan,” pungkas Yodi.
Penulis : Kurniawan
Editor : Peristiwaterkini
Halaman : 1 2

















