Peristiwaterkini – Persidangan kasus dugaan korupsi proyek Pokok Pikiran (Pokir) DPRD Ogan Komering Ulu (OKU) kembali memanas.
Dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang, Senin (14/7/2025), terdakwa Ahmad Sugeng Santoso membeberkan fakta mengejutkan terkait praktik suap dan tekanan sistematis dalam proyek Dinas PUPR OKU.
Sugeng, yang kini duduk sebagai terdakwa, mengaku sejak awal tak berminat. Ia bukan kontraktor besar, melainkan hanya pemilik toko komputer kecil yang sedang mengembangkan usahanya.
Tapi segalanya berubah ketika Mendra—yang disebut Sugeng sebagai tangan kanan Kadis PUPR OKU, Novriansyah datang menemuinya.
Awal Februari 2024, Mendra mengajaknya “ngopi santai”. Tapi ketika Sugeng menolak karena sudah malam, ajakan itu berubah menjadi tekanan.
Ia diminta hadir di Dokter Koffe Baturaja karena Novriansyah sedang menunggunya.
Setibanya di kafe itu, Sugeng kaget: empat orang sudah duduk menunggu Novriansyah, Mendra, Raidi, dan Ibul. Tak lama, tawaran mengejutkan datang: satu paket proyek senilai Rp45 miliar. Tak bisa dipilih-pilih, Harus semua, Dengan komitmen fee 22 persen.
“Saya langsung bilang tidak sanggup. Modal saya cuma Rp1,5 miliar. Itu pun untuk toko,” ujar Sugeng di hadapan majelis hakim yang diketuai Idi Il Amin SH MH.
Namun, penolakan itu justru membuka babak tekanan baru. Mendra terus membujuk, menyebut proyek itu “sudah dipegang Pak Novri dari atas sampai bawah”.
Bahkan saat Sugeng tetap menolak, ajakan kembali datang, kali ini ke Lucky Karaoke. Di tempat hiburan malam itu, Mendra membawa “orang lapangan” bernama Redi, dan Novriansyah kembali menegaskan: kalau Sugeng tak sanggup, boleh ajak rekan.
Tekanan berlanjut sampai ke rumah Sugeng. Proyek pun diturunkan jadi Rp19 miliar. Tapi suasana makin sesak. “Saya saat itu renovasi rumah, jadi mereka tahu saya tidak bisa kemana-mana,” kata Sugeng, menggambarkan situasi yang mengurungnya.
Akhirnya, karena terus didesak, Sugeng menyerah. Ia menyerahkan uang Rp1,5 miliar kepada Mendra yang disebutnya bertindak atas nama Novriansyah. Uang itu berasal dari modal usaha toko komputernya.
Fee itu, menurut Sugeng, adalah syarat untuk menggarap tiga proyek: pembangunan kantor Dinas PUPR OKU dan dua proyek jalan lainnya.
“Saya pikir kalau terus saya tolak, saya akan terus diganggu,” ucapnya pelan di ruang sidang.
Jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bahwa pengakuan Sugeng akan menjadi pintu masuk untuk mengusut lebih dalam aliran dana dan peran Novriansyah.
Indikasi bahwa proyek ini telah dikondisikan sejak awal memperkuat dugaan adanya praktik korupsi yang terstruktur dan masif.
Penulis : jurnalis
Editor : Peristiwaterkini