Mahmud mengatakan bahwa masyarakat yang diduga berasal dari Desa Bindu, Lubuk Rukam, dan Desa Durian secara berkelompok melakukan penjarahan dan pemanenan paksa TBS milik PT Perkebunan Mitra Ogan di afdeling III, VIII.2, dan VIII.1. Aksi tersebut semakin masif sejak pertengahan Januari 2025 hingga awal Februari.
Tidak hanya menjarah TBS, Mahmud juga menyoroti aksi pendudukan dan penguasaan lahan perkebunan kelapa sawit yang secara sah dan legal dikelola oleh PT Perkebunan Mitra Ogan hingga tahun 2032 dan 2035.
Perusahaan menegaskan bahwa aksi ini melanggar hukum dan akan diteruskan kepada aparat penegak hukum.
Dalam penyelesaiannya, PT Perkebunan Mitra Ogan telah melakukan pendekatan persuasif, termasuk menggelar pertemuan dengan warga pada 14 Januari 2025 serta melakukan mediasi pada 21 Januari, di mana perwakilan masyarakat mengaku salah dan meminta maaf.
Namun, hingga 4 Februari 2025, aksi penjarahan dan pendudukan masih berlanjut.
Perusahaan meminta dukungan Kepolisian dan Aparat Penegak Hukum untuk menangani kasus ini demi menjaga aset negara.
Mahmud menegaskan bahwa upaya ini selaras dengan arahan Presiden Prabowo dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional pada 30 Desember 2024, yang menekankan pentingnya perlindungan terhadap perkebunan sawit sebagai aset strategis nasional.
Masyarakat di satu sisi menuntut kejelasan hukum dan keadilan agar tanah adat mereka dikembalikan.
Kasus ini menjadi perhatian publik, mengingat pentingnya pengakuan terhadap hak ulayat dan perlindungan terhadap masyarakat adat dalam pengelolaan sumber daya alam.
Pemerintah diharapkan segera turun tangan untuk menyelesaikan sengketa ini secara adil dan transparan guna menghindari potensi konflik yang lebih luas di masa mendatang.
Penulis : Gunawan/1210
Editor : peristiwaterkini
Halaman : 1 2