“Kalau yang pasaran itu pakai lem dan karton, lebih cepat. Tapi kalau premium semuanya dijahit manual,” jelas Puji.
Ia memproduksi empat varian blangkon: Mataraman Jogja, Solo, Sunda, dan Kagok. Masing-masing memiliki ciri khas dan tingkat kesulitan berbeda, namun dikerjakan dengan penuh semangat.
“Saya senang budaya Jawa. Ini bukan cuma kerja, tapi juga cara saya nguri-uri budaya,” ujar Puji menambahkan.

Pemasaran blangkon hasil produksinya kini menjangkau berbagai daerah, termasuk Jakarta, Sragen, bahkan luar Pulau Jawa.
“Kuncinya kualitas. Kalau pembeli puas, mereka balik lagi. Untungnya ikut,” tuturnya.
Pasar utama Puji adalah para pedagang di sentra wisata dan pasar tradisional, yang menurutnya menjadi mitra penting untuk keberlanjutan usahanya.
Usaha kerajinan blangkon seperti yang dilakukan Puji Raharjo membuktikan bahwa industri kreatif berbasis budaya masih sangat menjanjikan di era modern ini.
Selain menjadi sumber penghasilan yang stabil, produksi blangkon juga menjadi bentuk pelestarian budaya yang tak ternilai.
“Saya ingin terus memproduksi blangkon, sampai anak-anak muda pun tertarik meneruskannya,” pungkas Puji penuh harap.
Penulis : Wawan
Editor : Peristiwaterkini
Halaman : 1 2

















