PERISTIWATERKINI — Polemik pembentukan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) DPRD Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) memasuki babak baru.
Langkah DPRD OKU yang melakukan pembentukan ulang AKD usai pelantikan Ketua DPRD OKU menuai kritik tajam dari sejumlah pihak, termasuk partai politik dan organisasi masyarakat sipil.
Ketua DPD Partai Keadilan Sejahtera (PKS) OKU, Azwar Aripin, M.Pd.I, menyebut bahwa pembentukan AKD yang dilakukan pasca pelantikan Ketua DPRD OKU, Syahril Elmi, dinilai cacat hukum dan tidak sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Hal itu disampaikannya dalam siaran pers kepada awak media, Jumat (20/6/2025).
“Kami dari PKS tentu menghormati dan mengucapkan selamat atas pelantikan Ketua DPRD OKU, Syahril Elmi. Pelantikan tersebut memang sah berdasarkan SK Gubernur Sumsel Nomor 306/KPTS/I/2025 tertanggal 27 Mei 2025,” ujar Azwar.
Namun demikian, ia menyoroti bahwa dalam rapat lanjutan setelah pelantikan tersebut, DPRD OKU juga membentuk ulang AKD yang sejatinya telah sah terbentuk sebelumnya. Langkah itu dinilai tidak legitimate dan bertentangan dengan regulasi.
“AKD yang lama sudah terbentuk sesuai prosedur dan aturan perundang-undangan. Jika kemudian dibentuk AKD baru tanpa dasar hukum yang kuat, maka semua kegiatan legislatif yang dijalankan oleh komposisi baru ini bisa dikategorikan tidak sah,” tegas Azwar.
Ia juga menyoroti pergantian sejumlah pimpinan komisi, seperti Ketua Komisi II dan III, yang menurutnya tidak sesuai prosedur. Meski beberapa nama disebut tengah menghadapi proses hukum, Azwar mengingatkan bahwa penggantian pimpinan AKD tetap harus melalui mekanisme yang sah.
“Seperti dalam kasus Ketua Komisi II dan III, meskipun mereka tersandung kasus hukum, seharusnya yang menjalankan tugas adalah wakil ketua atau anggota lain dalam komisi, bukan langsung dilakukan pergantian secara sepihak,” ujarnya.
Kritik serupa juga disampaikan terhadap pembentukan ulang Komisi I DPRD OKU yang dinilai melanggar ketentuan masa jabatan. Azwar merujuk pada Pasal 78 yang mengatur bahwa masa jabatan pimpinan komisi adalah 2 tahun 6 bulan.
“Jelas sekali jika masa jabatan belum habis dan tidak ada prosedur sah dalam pergantiannya, maka pembentukan ulang tersebut berpotensi cacat hukum dan berdampak pada legitimasi kebijakan legislatif yang dihasilkan,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua Gerakan Masyarakat Peduli Demokrasi (GMPD) Sumsel, Muslimin, juga mengutarakan pandangan senada. Menurutnya, jika DPRD OKU tetap memaksakan kinerja AKD yang baru dibentuk secara kontroversial tersebut, maka seluruh produk legislatif yang dihasilkan bisa dianggap tidak sah.
“Ini sangat berbahaya. Rakyat OKU bisa menjadi korban karena keputusan-keputusan DPRD bisa tidak diakui secara hukum. Apa gunanya menjalankan roda pemerintahan kalau dasarnya tidak legitimate?” ujar Muslimin.
Ia menegaskan pentingnya seluruh pihak menjaga integritas lembaga legislatif. Proses legislasi, menurutnya, harus dilakukan secara transparan dan taat aturan demi menjaga kepercayaan publik.
“Kalau AKD dibentuk asal-asalan tanpa payung hukum yang benar, maka bisa kami sebut sebagai produk politik yang haram secara konstitusi,” pungkasnya.
Dengan berbagai kritik yang mengemuka, desakan untuk mengevaluasi ulang pembentukan AKD DPRD OKU kini semakin menguat. Masyarakat berharap, DPRD OKU segera memperbaiki kesalahan prosedural demi menjaga marwah lembaga perwakilan rakyat di tingkat daerah.
Penulis : jurnalis
Editor : Peristiwaterkini