“Kami melihat adanya diskriminasi dalam kebijakan ini. Tidak semua mantan caleg memiliki konflik kepentingan, dan mereka tetap memiliki hak untuk bekerja sesuai dengan keahlian dan pengalaman mereka,” tambahnya.
Pemecatan massal ini dikhawatirkan akan berdampak pada kelangsungan program pembangunan desa, terutama di daerah tertinggal.
Para pendamping desa yang diberhentikan umumnya telah mengabdi selama bertahun-tahun dan memiliki pengalaman dalam mengawal kebijakan desa.
“Keputusan ini bisa menghambat pembangunan desa yang berkelanjutan. Banyak program penting, seperti swasembada pangan yang menjadi prioritas Presiden Prabowo, akan terancam tanpa dukungan tenaga pendamping berpengalaman,” kata Bahsian.
Pertepedesia mendesak Kemendesa PDTT untuk meninjau ulang kebijakan ini dan memberikan solusi yang lebih adil bagi para pendamping desa.
Mereka juga berkomitmen untuk terus memperjuangkan hak-hak tenaga pendamping dan memastikan pembangunan desa tetap berjalan secara optimal.
“Langkah hukum yang kami tempuh diharapkan dapat menjadi titik balik dalam memperbaiki sistem kebijakan pendampingan desa, agar lebih berpihak pada kepentingan masyarakat dan tenaga pendamping profesional,” pungkasnya.
Penulis : jurnalis
Editor : peristiwaterkini
Halaman : 1 2

















