Yusman, sang pematung, mengaku proses kreatifnya penuh riset dan perenungan.
“Saya ingin patung ini bukan hanya menyerupai fisik tokoh, tapi juga menyampaikan getaran batin mereka. Supratman menggubah lagu sebagai bentuk perlawanan, dan Fatmawati menjahit bendera sebagai wujud cinta tanah air,” tuturnya.
Detail gerakan dan ekspresi pada patung dibuat untuk membangkitkan emosi pengunjung.
Karya ini bukan sekadar nostalgia masa lalu, melainkan juga seruan bagi masa depan. Patung ini hadir sebagai pengingat bahwa kemerdekaan lahir dari keberanian, pengorbanan, dan cinta tanpa syarat pada bangsa.

Di tengah tantangan zaman, patung ini menjadi simbol abadi bahwa perjuangan harus terus hidup dalam hati rakyat Indonesia.
Melalui kehadiran visual yang kuat dan simbolis, patung WR. Supratman dan Ibu Fatmawati menjadi penguat identitas kebangsaan dan pemicu semangat nasionalisme.
“80 tahun bukan sekadar angka, tapi refleksi bahwa api kemerdekaan harus tetap menyala,” pungkas Widihasto, saat dihubungi, Minggu (25/05/25).
Kini, patung ini berdiri bukan hanya sebagai karya seni, tetapi juga sebagai suara sejarah yang terus berbicara kepada generasi mendatang.
Penulis : kurniawan
Editor : peristiwaterkini
Halaman : 1 2

















