”Soetardjo atau yang kita panggil Mbah Tardjo adalah komandan moral kami. Dia tetap tenang meski tekanan begitu besar,” imbuhnya.

Nuryadi menambahkan, ketika bentrokan memuncak dan aparat mulai membubarkan massa secara represif, Mbah Tardjo sempat mengalami kekerasan fisik.
Namun semangatnya tidak surut. Dalam pidatonya pasca-peristiwa, ia berkata, “Kita kalah secara fisik, tapi kita menang secara moral dan sejarah.”
Pernyataan ini kemudian menjadi penyemangat bagi gelombang reformasi yang muncul di tahun-tahun berikutnya.

Peran heroik Mbah Tardjo di Kudatuli dikenang sebagai simbol keberanian dalam melawan otoritarianisme.
“Beliau adalah contoh kader ideologis sejati, berdiri di garis depan ketika partai dan rakyat ditekan,” ujar Nuryadi dalam peringatan peristiwa Kudatuli 1996 di kantor DPD PDI Perjuangan Yogyakarta.
Kisah perjuangan Soetardjo terus dikenang sebagai bagian dari perjalanan panjang demokrasi Indonesia.
Penulis : Wawan
Editor : Peristiwaterkini
Halaman : 1 2