Ia menekankan pentingnya koordinasi lintas majelis, lembaga, dan ortom agar gerakan advokasi Muhammadiyah tidak sporadis.
“Kita ingin gerakan ini terukur, terarah, dan berdampak substantif,” kata Ikhwan dalam sambutannya.
Kerja sama ini menurutnya menjadi momentum strategis untuk melahirkan gagasan “Green Democracy”, yakni demokrasi yang beretika, beradab, dan peduli keberlanjutan lingkungan politik dan sosial.
“Demokrasi hijau ini menolak pragmatisme,” tambahnya.
Politik Etis Muhammadiyah
Sementara itu, Dr. Phil Ridho Alhamdi, Ketua LHKP PP Muhammadiyah, dalam paparannya menyebut “politik etis Muhammadiyah harus mengakar pada nilai Islam dan berorientasi pada kemaslahatan publik.”
Ia menilai konsolidasi ini penting untuk memperkuat peran strategis Muhammadiyah di ruang kebijakan.
Diskusi dua sesi itu menghasilkan sejumlah rekomendasi strategis, termasuk penyusunan agenda advokasi kebijakan publik Muhammadiyah DIY periode 2025–2026.
“Kami ingin memastikan suara keadilan dan keberlanjutan terdengar jelas di ruang kebijakan,” ujar Taufik AR, moderator acara.
Ikhwan menutup dengan penegasan bahwa gerakan ini merupakan “gerakan moral dan intelektual dari Yogyakarta untuk Indonesia.”
Muhammadiyah, katanya, harus terus hadir sebagai kekuatan pencerah bagi demokrasi berkeadaban, berkeadilan, dan berkelanjutan.
Penulis : Wawan
Editor : Peristiwaterkini
Sumber Berita: Liputan Langsung
Halaman : 1 2

















