Ketimpangan Hak Rakyat di Tanah Keistimewaan

Avatar photo

- Jurnalis

Jumat, 16 Mei 2025 - 13:56 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

ilustrasi

ilustrasi

PERISTIWATERKINI.NET – Konflik agraria kembali mencuat di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kali ini, warga Kampung Tegal Lempuyangan menghadapi ketegangan dengan PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) dan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat,

terkait status tanah yang telah mereka tempati selama puluhan tahun.

Permasalahan bermula dari ketidakjelasan status hukum atas lahan yang dihuni warga secara turun-temurun.

Sejumlah warga mengaku tidak mengetahui bahwa tanah tersebut diklaim sebagai milik negara atau Kraton.

Selama bertahun-tahun, mereka telah merawat, membangun, dan hidup di atas lahan tersebut tanpa gangguan.

Foto: Antonius Fokki Ardiyanto S.IP

Di sisi lain, PT KAI dan Kraton mengklaim memiliki dasar hukum atas tanah itu.

Klaim ini diperkuat dengan keberadaan Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (UU DIY) Nomor 13 Tahun 2012 yang memberikan kewenangan khusus kepada Kraton dan Kadipaten Pakualaman, termasuk pengelolaan tanah.

Namun, hingga kini tidak ada regulasi turunan yang secara tegas menjamin hak-hak warga yang telah lama menghuni dan mengelola lahan tersebut.

Situasi ini menimbulkan kekosongan hukum yang memperlemah posisi warga dalam menghadapi kebijakan sepihak.

“Kami tidak pernah tahu status tanah ini. Orang tua kami dulu tinggal di sini, kami juga lahir dan besar di sini,” ujar salah satu warga, Jumat (16/5/2025).

Kondisi ini memperlihatkan adanya ketimpangan dalam sistem hukum agraria di DIY.

Ketergantungan penuh pada kebijakan Kraton tanpa keterlibatan masyarakat rentan menciptakan ketidakadilan.

Pakar hukum agraria dari Universitas Gadjah Mada menyebut bahwa perlindungan terhadap warga lokal perlu diperkuat melalui regulasi khusus yang menjamin keadilan sosial.

“Jika tidak ada perlindungan yang jelas, rakyat akan terus menjadi korban konflik tanah, dan ini bisa memicu pemiskinan struktural,” ujarnya.

Situasi ini menjadi pengingat bahwa pengelolaan tanah di wilayah keistimewaan harus tetap berpijak pada prinsip keadilan,

keterbukaan, dan perlindungan terhadap warga yang telah lama berkontribusi menjaga ruang hidupnya.

Penulis : kurniawan

Editor : peristiwaterkini

Berita Terkait

Penambang Progo : “Kami Hanya Ingin Kembali Menambang untuk Hidupi Keluarga”
Jogja Targetkan 500 Ribu Wisatawan, Libur Sekolah Dipastikan Aman dan Nyaman
UGM Digugat Rp1.000 Triliun! Geger Ijazah Jokowi Bikin Bangsa Gaduh
Mubeng Beteng: Laku Spiritual Malam 1 Suro di Keraton Yogyakarta
Warga Ringkus Pencuri Sangkar di Sewon, Polisi: Tak Ada Laporan Masuk
Anak-anak Happy, Stasiun Yogya Disulap Jadi Tempat Main Seru!
GBI Teleios Tutup HUT ke-16 dengan Bakti Sosial, “Makin Naik, Makin Kuat”
Esti Wijayati: PIP Gratis, Komitmen PDIP untuk Pendidikan Anak Bangsa
Berita ini 16 kali dibaca

Berita Terkait

Rabu, 25 Juni 2025 - 18:47 WIB

Penambang Progo : “Kami Hanya Ingin Kembali Menambang untuk Hidupi Keluarga”

Rabu, 25 Juni 2025 - 18:04 WIB

Jogja Targetkan 500 Ribu Wisatawan, Libur Sekolah Dipastikan Aman dan Nyaman

Selasa, 24 Juni 2025 - 18:42 WIB

UGM Digugat Rp1.000 Triliun! Geger Ijazah Jokowi Bikin Bangsa Gaduh

Selasa, 24 Juni 2025 - 15:15 WIB

Mubeng Beteng: Laku Spiritual Malam 1 Suro di Keraton Yogyakarta

Selasa, 24 Juni 2025 - 14:28 WIB

Warga Ringkus Pencuri Sangkar di Sewon, Polisi: Tak Ada Laporan Masuk

Berita Terbaru