Jejak Rivalitas di Lorong Kotagede: Ketika Drumband dan Pencak Silat Menjadi Alat Politik

Avatar photo

- Jurnalis

Rabu, 19 Maret 2025 - 11:38 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

PERISTIWATERKINI.NET – Kotagede, sebuah kawasan yang sarat sejarah di Yogyakarta, pernah menjadi panggung persaingan dua kekuatan besar yang memperebutkan simpati rakyatnya.

Pada era ketika politik dan ideologi bersinggungan erat dengan kehidupan masyarakat, Muhammadiyah dan Partai Komunis Indonesia (PKI) memanfaatkan seni budaya sebagai alat untuk memperluas pengaruh mereka.

Persaingan ini menciptakan dinamika sosial yang membekas hingga kini.

Muhammadiyah hadir dengan drumband khas yang dipimpin oleh satu mayoret, menampilkan kekompakan dan disiplin yang mencerminkan nilai-nilai keislaman dan kebersamaan.

Sementara itu, PKI tampil lebih mencolok dengan barisan lima mayoret perempuan, menciptakan daya tarik visual dan semangat revolusioner yang kuat.

Kedua barisan ini memanaskan lorong-lorong Kotagede dalam Pawai Nasakom, menghadirkan tontonan yang bukan sekadar hiburan, melainkan simbol kekuatan politik yang saling bersaing.

Tak hanya di jalanan, rivalitas ini juga merasuk ke ruang-ruang yang lebih tersembunyi.

Pencak Silat Senopati yang berafiliasi dengan Muhammadiyah menjaga kampung-kampung dengan sikap siaga, mencerminkan nilai ketertiban dan ketahanan moral.

Sebaliknya, PKI memperlihatkan Pencak Silat Tunggal Hati yang diiringi dentuman gamelan, menghadirkan suasana mistis yang membangkitkan ketegangan di tengah keramaian pasar.

Seni bela diri ini menjadi simbol kekuatan dan pengaruh di tingkat akar rumput.

Persaingan ini bukan sekadar adu massa atau pawai meriah, melainkan sebuah drama sosial tentang bagaimana ideologi dan budaya membentuk dinamika kehidupan masyarakat Kotagede.

Keduanya berusaha memenangkan hati rakyat dengan pendekatan yang berbeda — satu dengan ketertiban dan religiusitas, satu lagi dengan semangat revolusi dan keberanian menantang norma.

Kotagede menjadi saksi bisu atas ketegangan yang membelah masyarakat, namun sekaligus memperkaya identitas budayanya.

Hingga kini, jejak rivalitas itu masih terasa di sudut-sudut Kotagede. Dalam keheningan malam atau riuhnya pasar, bisikan sejarah itu tetap terdengar, mengingatkan kita pada ketegangan masa lalu yang membentuk identitas masa kini.

Di mana kita berdiri hari ini? Apakah kita siap untuk menelusuri jejak-jejak itu dan memahami makna di balik Kotagede, sebuah kawasan yang sarat sejarah di Yogyakarta, pernah menjadi panggung persaingan dua kekuatan besar yang memperebutkan yang pernah membakar semangat rakyat Kotagede?

Penulis : Kurniawan

Editor : Peristiwaterkini

Berita Terkait

Kejari Sleman Musnahkan Ribuan Obat Terlarang, Senpi, dan Ganja
Pinjol Jerat Mahasiswa, Negara ‘Cuci Tangan’?
1.627 Rumah Prioritas Bantuan, Komisi D dan Kesra Matangkan Rencana
Merti Dusun Tamanan Pabrik 2025: Warga Tamanmartani “Manengku Puja Nggayuh Raharja”
Penambang Progo : “Kami Hanya Ingin Kembali Menambang untuk Hidupi Keluarga”
Jogja Targetkan 500 Ribu Wisatawan, Libur Sekolah Dipastikan Aman dan Nyaman
UGM Digugat Rp1.000 Triliun! Geger Ijazah Jokowi Bikin Bangsa Gaduh
Mubeng Beteng: Laku Spiritual Malam 1 Suro di Keraton Yogyakarta
Berita ini 29 kali dibaca

Berita Terkait

Kamis, 26 Juni 2025 - 10:28 WIB

Kejari Sleman Musnahkan Ribuan Obat Terlarang, Senpi, dan Ganja

Rabu, 25 Juni 2025 - 22:03 WIB

1.627 Rumah Prioritas Bantuan, Komisi D dan Kesra Matangkan Rencana

Rabu, 25 Juni 2025 - 20:31 WIB

Merti Dusun Tamanan Pabrik 2025: Warga Tamanmartani “Manengku Puja Nggayuh Raharja”

Rabu, 25 Juni 2025 - 18:47 WIB

Penambang Progo : “Kami Hanya Ingin Kembali Menambang untuk Hidupi Keluarga”

Rabu, 25 Juni 2025 - 18:04 WIB

Jogja Targetkan 500 Ribu Wisatawan, Libur Sekolah Dipastikan Aman dan Nyaman

Berita Terbaru

NASIONAL

Gagal Nanjak, Truk Trailer Timpa Minibus di Boyolali

Kamis, 26 Jun 2025 - 09:39 WIB