PERISTIWATERKINI.NET – Terbitnya Keppres Nomor 4 Tahun 2023 sempat membawa secercah cahaya bagi korban pelanggaran HAM berat masa lalu.
Keputusan Presiden yang diumumkan di penghujung tahun itu disambut haru, walaupun menuai kritik karena tidak mencantumkan permintaan maaf dari kepala negara.
Namun, keberadaannya tetap menjadi pijakan awal untuk memulihkan luka-luka lama yang menganga selama puluhan tahun.
Sayangnya, harapan itu tidak bertahan lama. Keppres tersebut resmi berakhir pada Desember 2023, meninggalkan para korban kembali dalam ketidakpastian.
Setelah setahun berjalan, tidak banyak kemajuan berarti yang dirasakan.
Sebanyak 12 kasus pelanggaran HAM berat yang telah menunggu pengakuan dan keadilan seolah kembali dibekukan oleh waktu.
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Brigjen.Pol. (Purn). Dr. Achmadi S.H., M.A.P pada saat dialog dengan keluarga korban pelanggaran tertarik dengan cerita Mbah Sukijan (Korban Pelanggaran HAM),
yang mengatakan hingga saat ini dirinya belum mendapatkan perhatian dari pemerintah.
“Saya dengan bertemu bapak-ibu ini mendapatkan tambahan amunisi untuk menyampaikan dan mendesak kepada Pak Menteri dan Pak Presiden, bahwa korbannya masih banyak dan mengharapkan pemulihan.
Tidak neko-neko, hanya pemulihan saja. Seperti yang disampaikan Mbah Sukijan,” ujarnya pada acara Syawalan Keluarga Simbah Korban HAM di Aula lantai 2 Gedung LPSK Daerah Istimewa Yogyakarta, Minggu (13/4/2025) siang.
Situasi semakin gelap pasca Pemilu 14 Februari 2024. Mahfud MD, tokoh yang selama ini menjadi tumpuan penyelesaian HAM berat sebagai Menkopolhukam, memilih mundur karena turut maju dalam kontestasi pemilu dan kalah.
Kepergiannya menandai hilangnya figur yang dianggap punya komitmen terhadap pemulihan korban.
Posisi itu kini diisi oleh Hadi Tjahjanto, purnawirawan militer, yang disambut dengan rasa waswas oleh kelompok korban.
Fopperham, lembaga yang selama ini mendampingi korban di Yogyakarta, kini kehilangan akses terhadap perkembangan informasi terbaru.
Meskipun Inpres Nomor 2 Tahun 2023 masih berlaku, keberlanjutan upaya penyelesaian non-yudisial tampak samar.
Hingga kini, belum ada kejelasan mengenai nasib 214 korban yang sudah diverifikasi sejak akhir November 2023.
Dalam upaya mempertahankan harapan yang tersisa, para korban mengadakan syawalan dan temu kangen.
Acara ini dihadiri oleh sekitar 200 orang korban dan keluarga di Yogyakarta. Tujuannya bukan hanya untuk mempererat solidaritas,
tetapi juga sebagai bentuk desakan moral terhadap lembaga negara agar kembali melanjutkan proses pemulihan dan penyelesaian.
Meski langit keadilan kembali mendung, suara-suara korban belum sepenuhnya padam.
Mereka masih berharap meski pahit bahwa janji negara untuk mengakui, memulihkan, dan menjamin ketidak berulangan pelanggaran HAM tidak akan hilang begitu saja.
Di tengah malam yang pekat, mereka masih menggenggam harapan, bahwa hujan akan berhenti, dan fajar baru akan kembali terbit.
Penulis : Kurniawan
Editor : Peristiwaterkini