“Kami siap bergerak solid melawan segala bentuk ancaman terhadap simbol partai dan ketua umum kami,” ujar Wisnu.
Namun, aksi cap jempol darah juga mendapat kecaman dari aktivis dan kelompok masyarakat yang menilai penggunaan darah sebagai simbol kesetiaan tidak etis.
“Simbolisme seperti ini terlalu dramatis dan tidak relevan dengan upaya memperjuangkan nilai-nilai demokrasi,” ujar seorang aktivis.
Di sisi lain, beberapa kader PDIP membela aksi tersebut sebagai bentuk tradisional yang mencerminkan semangat juang kader partai.
Mereka menegaskan bahwa tindakan tersebut tidak hanya simbolis, tetapi juga mencerminkan tekad mereka untuk menghadapi berbagai tantangan politik ke depan.
Menurut Eko Suwanto, langkah ini sejalan dengan aksi-aksi sebelumnya, seperti yang dilakukan Satgas Andika Wiratama PDIP di Yogyakarta.
Ia memastikan bahwa soliditas kader partai akan terus dijaga, terutama menjelang kongres yang dianggap strategis untuk menentukan arah partai.
Meski demikian, kritikan atas aksi ini terus mengemuka. Beberapa pihak menilai bahwa fokus partai seharusnya lebih diarahkan pada isu-isu publik yang lebih relevan, seperti pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat, daripada pada simbolisme kesetiaan kepada pemimpin partai.

Kontroversi aksi cap jempol darah ini mencerminkan dinamika internal PDIP yang penuh dengan tantangan menjelang Kongres 2025.
Apakah langkah ini akan memperkuat soliditas partai atau justru menjadi bumerang bagi citra politik PDIP, masih menjadi pertanyaan besar.
Penulis : Kurniawan
Editor : Peristiwaterkini
Halaman : 1 2

















