Jogja, Peristiwaterkini – Kader dan simpatisan PDI Perjuangan (PDIP) Kota Yogyakarta menggelar aksi simbolis dengan cap jempol darah sebagai bentuk kesetiaan kepada Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, di Tugu Yogyakarta, Minggu (12/1).
Aksi ini, yang dilakukan secara bergantian di atas kain putih, menjadi sorotan publik karena menuai reaksi beragam, mulai dari apresiasi hingga kritik keras.
Ketua DPC PDIP Kota Yogyakarta, Eko Suwanto, menegaskan bahwa aksi ini mencerminkan loyalitas mutlak kader PDIP kepada Megawati.
Ia menyebut, aksi tersebut juga merupakan pernyataan kesiapan melawan pihak-pihak yang berpotensi mengganggu partai menjelang Kongres PDIP tahun 2025.
“Ini adalah ikrar perjuangan dan kesetiaan Banteng Yogya untuk menjaga harkat dan martabat partai,” tegas Eko.
Namun, aksi ini memicu kontroversi di masyarakat. Sebagian pihak menganggapnya sebagai bentuk loyalitas yang berlebihan dan bahkan tidak relevan dalam konteks demokrasi modern.
Pengamat politik menilai, langkah ini bisa memperkuat citra PDIP sebagai partai yang solid, tetapi juga berisiko mempersempit ruang diskusi kritis di internal partai.
Pembacaan ikrar kesetiaan yang dibacakan oleh Sigit Nurcahyo, Ketua PAC PDIP Mantrijeron, menjadi puncak acara.
Lima poin utama dalam ikrar tersebut menyebutkan kesetiaan penuh kepada Megawati Soekarnoputri serta komitmen untuk menjaga simbol dan lambang partai dari ancaman.
Poin-poin ini menegaskan bahwa Megawati tetap diusulkan sebagai Ketua Umum PDIP pada Kongres 2025.
Aksi ini juga dihadiri sejumlah tokoh PDIP Yogyakarta, termasuk Ketua DPRD Kota Yogyakarta, Wisnu Sabdono Putro, yang menyatakan dukungannya terhadap gerakan ini.
“Kami siap bergerak solid melawan segala bentuk ancaman terhadap simbol partai dan ketua umum kami,” ujar Wisnu.
Namun, aksi cap jempol darah juga mendapat kecaman dari aktivis dan kelompok masyarakat yang menilai penggunaan darah sebagai simbol kesetiaan tidak etis.
“Simbolisme seperti ini terlalu dramatis dan tidak relevan dengan upaya memperjuangkan nilai-nilai demokrasi,” ujar seorang aktivis.
Di sisi lain, beberapa kader PDIP membela aksi tersebut sebagai bentuk tradisional yang mencerminkan semangat juang kader partai.
Mereka menegaskan bahwa tindakan tersebut tidak hanya simbolis, tetapi juga mencerminkan tekad mereka untuk menghadapi berbagai tantangan politik ke depan.
Menurut Eko Suwanto, langkah ini sejalan dengan aksi-aksi sebelumnya, seperti yang dilakukan Satgas Andika Wiratama PDIP di Yogyakarta.
Ia memastikan bahwa soliditas kader partai akan terus dijaga, terutama menjelang kongres yang dianggap strategis untuk menentukan arah partai.
Meski demikian, kritikan atas aksi ini terus mengemuka. Beberapa pihak menilai bahwa fokus partai seharusnya lebih diarahkan pada isu-isu publik yang lebih relevan, seperti pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat, daripada pada simbolisme kesetiaan kepada pemimpin partai.
Kontroversi aksi cap jempol darah ini mencerminkan dinamika internal PDIP yang penuh dengan tantangan menjelang Kongres 2025.
Apakah langkah ini akan memperkuat soliditas partai atau justru menjadi bumerang bagi citra politik PDIP, masih menjadi pertanyaan besar.
Penulis : Kurniawan
Editor : Peristiwaterkini