Penulis : Ahmad Bahij Kurniawan Jurnalis yang berada di lokasi kejadian
Rabu siang, 17 Desember 2025, di tengah puing dan lumpur Aceh Tamiang, publik menyaksikan sesuatu yang jarang terjadi di layar televisi nasional.
Irine Wardhanie, jurnalis CNN Indonesia, berhenti menjadi sekadar reporter. Suaranya bergetar, matanya basah, dan ia berkata dengan lirih,
“Maaf, saya tidak bisa menahan emosi.” Kalimat sederhana itu justru menjadi kesaksian paling jujur tentang kondisi warga pascabencana yang masih terabaikan.
Irine menangis bukan karena lelah bekerja, melainkan karena realitas yang ia lihat langsung.
“Banjir sudah lebih dari seminggu surut, tapi bantuan belum sampai,” ujarnya. Di lokasi liputan, ia menunjuk anak-anak dan warga lanjut usia yang bertahan tanpa kepastian logistik.
“Lihat di sana, banyak anak-anak yang belum makan,” katanya dengan suara pecah.
Pernyataan itu seolah menampar narasi resmi bahwa penanganan bencana telah berjalan baik dan terkendali.
Tangisan itu pula yang menjelaskan mengapa warga mengibarkan bendera putih. Bagi Irine, simbol itu bukan provokasi, melainkan jeritan terakhir.
Penulis : Wawan
Editor : Peristiwaterkini
Halaman : 1 2 Selanjutnya

















