PERISTIWATERKINI.NET – Konflik agraria di Pantai Sanglen, Kalurahan Kemadang, Kapanewon Tanjungsari, kian memanas usai Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat mengeluarkan surat pengosongan lahan Sultan Ground (SG).
“Kami bukan penduduk ilegal. Ini tempat kami hidup turun-temurun,” tegas Setya Wibawa, warga yang merasa terusir dari tanah yang telah lama mereka kelola.
Warga menolak digusur secara sepihak, menyebut inti masalah bukan status lahan, tetapi hadirnya investor bernama Obelic yang menutup akses publik ke pantai.
Suasana kian mencekam setelah Keraton melayangkan surat resmi nomor 045/KWPK/VII/2025.
Pihak Panitikismo Keraton memberi batas waktu hingga 28 Juli 2025 untuk pengosongan.
“Jika tidak segera dikosongkan, akan kami tempuh jalur hukum dan tak bertanggung jawab atas kerugian,” tulis surat tersebut.
Namun, warga justru melihat pagar seng menjulang tinggi memagari akses ke laut, yang dulu bebas dinikmati semua orang.
“Sekarang malah kami yang disuruh pergi,” ucap Setya, getir.
WALHI Yogyakarta Angkat Bicara
Rizki Abiyoga, Manajer Kampanye Tata Ruang dan Agraria WALHI DIY, menyebut kasus ini sebagai “potret ketimpangan agraria di wilayah istimewa.”
Ia menyoroti tindakan penutupan akses pantai oleh investor sebagai pelanggaran atas ruang hidup masyarakat.
“Kehadiran investor harus dikaji terbuka. Status keistimewaan seharusnya melindungi warga, bukan melegitimasi penggusuran,” ujarnya.
Penulis : Wawan
Editor : Peristiwaterkini
Halaman : 1 2 Selanjutnya