PERISTIWATERKINI.NET – Fenomena mahasiswa yang terpaksa menutup biaya kuliah lewat pinjaman online (pinjol) memicu “keprihatinan mendalam” di kalangan akademisi dan pemerhati hukum.
“Ini bukan sekadar isu ekonomi, tapi soal ideologi dan konstitusi,” tegas praktisi hukum Musthafa SH, Selasa (26/6/2025).
Ia menuding negara “membiarkan generasi muda terjerat bunga mencekik” demi hak dasar mereka.
Musthafa mengutip Pasal 31 UUD 1945 yang mewajibkan negara membiayai pendidikan.
“Kalau mahasiswa dipaksa berutang, artinya negara abai terhadap mandat konstitusi,” ujarnya lantang.
Menurutnya, praktik ini menunjukkan kegagalan pemerintah menjalankan fungsi sosialnya.
“Sungguh ironis—negara maju menggratiskan kuliah, kita malah ‘melempar’ mahasiswa ke fintech,” tambahnya.
Ia menyebut skema pinjol “jebakan sistemik” yang bisa menghancurkan masa depan lulusan baru.
“Bayangkan, belum wisuda sudah disambut rentenir digital,” sindirnya. Musthafa menilai kebijakan pendidikan tinggi kini “terlalu dikomersialkan” sehingga hilang ruh sebagai hak publik.
“Pendidikan jangan diperlakukan seperti komoditas pasar,” katanya.
Sebagai jalan keluar, Musthafa mendesak pemerintah dan DPR RI merevisi total arah pendanaan kampus.
“Kembalikan ke skema beasiswa nasional berbasis kebutuhan dan prestasi,” pintanya.
Ia menuntut alokasi minimal 20 persen anggaran pendidikan dari APBN murni untuk beasiswa perguruan tinggi serta pembentukan Dana Abadi Pendidikan Tinggi.
“Tanpa dana abadi, program akan mati bersama pergantian rezim,” ia mengingatkan.
“Pendidikan adalah kunci mobilitas sosial dan pembangunan bangsa,” tutup Musthafa.
“Bila negara terus lalai membiayainya, generasi muda akan tersandera utang sebelum meniti karier.”
Alarm keras ini, tambahnya, seharusnya mendorong pemerintah segera mengevaluasi kebijakan yang “membebani rakyat untuk menikmati hak paling mendasar mereka.”
Penulis : Wawan
Editor : Peristiwaterkini