Sebuah Catatan Kelam
PERISTIWATERKINI.NET – 24 September 2013 merupakan hari yang sangat dikenang oleh salah satu keluarga di daerah Stasiun Lempuyangan
karena akibat dari munculnya surat dari PT KAI tertanggal hari itu satu keluarga harus kehilangan seorang suami seorang simbah
seorang ayah yang sangat bertanggung jawab menghidupi keluarganya dengan mengabdi kepada perusahaan negara yang bergerak di
perkereta apian yang dibentuk sejak jaman VOC dimulai dari SS dan NIS yang di jaman gen Z ini bernama PT KAI.
Suatu hari berdasarkan surat dari atasannya tertanggal seperti tersebut diatas, 4 orang pegawai dengan seragam PT KAI mendatangi sebuah rumah dan diterima dengan baik
oleh penghuni rumah tersebut seorang ibu rumah tangga dan suaminya karena sedang sakit berbaring di salah satu kamar,
mereka menyampaikan dengan intonasi suara yang sengaja dikeraskan bahwa berdasarkan perintah dari atasan maka
sekeluarga harus meninggalkan rumah yang sudah puluhan tahun ditinggali dalam jangka waktu sebulan.
Bagai mendengar petir menggelegar di siang hari yang terik, suara yang keras tersebut terdengar oleh suaminya yang pensiunan yang notabene adalah senior mereka dengan kaget dan shock.
Sebulan harus pergi tanpa adanya “rembukan” sebagai sesama manusia. Sebulan kemudian Sang Suami,
Sang Ayah dan Sang Simbah meninggal dunia karena memikirkan kemana harus pergi dalam jangka waktu tidak sampai sebulan di tengah sakit yang harus dideritanya.
12 tahun kemudian tepatnya di tahun 2025 bulan Maret di tengah puasa dan persiapan untuk merayakan Hari Raya Idul Fitri warga
Lempuyangan yang menempati 14 rumah kembali mendengar petir menggelegar di siang bolong yaitu bulan Mei 2025 harus
pergi mengosongkan rumah dengan hanya berdasar surat palilah dari Kraton Ngayogyokarto Hadiningrat.
Pengusiran warga oleh PT KAI yang seperti itu seolah olah mengingatkan kembali kepada perlakuan VOC kepada rakyat berdasarkan pelajaran sejarah.
Benar kata Bung Karno, *”perjuanganmu lebih sulit karena menghadapi bangsamu sendiri”*
Perlakuan PT KAI seolah olah seperti perlakuan penjajah VOC yang dilegitimasi oleh Kraton Ngayogyokarto Hadiningrat
dengan alasan kepentingan umum padahal ujung ujungnya hanya untuk mengisi pundi pundi BUMN PT KAI dan Kraton Ngayogyokarto Hadiningrat,
jadi ingat perjuangan Pangeran Diponegoro dalam perang jawa.
Konstitusi yang merupakan dasar/standing dalam menyelenggarakan negara ini dan merupakan kontrak politik ketika negara
merdeka 17 Agustus 1945 sangat jelas bahwa tujuan negara adalah memajukan kesejahteraan umum bukan kesejahteraan bumn dan kraton maka situasi kondisi
obyektif dalam persoalan rakyat lempuyangan adalah adanya proses pemiskinan rakyat.
Dalam batang tubuh UUD 1945 jelas termaktub bahwa bertempat tinggal yang layak adalah hak rakyat bukan kewajiban
rakyat maka menjadi kewajiban ketika ada institusi sebesar dan sekuasa PT KAI dan Kraton ingin memanfaatkan haknya untuk juga memikirkan hak bertempat tinggal bagi rakyat yang terdampak tersebut secara layak. Bahasa Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubowono X jelas *”Harus ada empati”*. Empati adalah penuhi hak tinggal rakyat penuhi hak mendapatkan pekerjaan yang layak karena ketika mereka tercerabut dari akarnya itu artinya juga mencabut ruang hidup rakyat.
2010-2012 mereka adalah juga pejuang pejuang keistimewaan, apakah mereka juga akan bernasib sama dengan pejuang pejuang kemerdekaan tidak menikmati hasil perjuangan dan yang menikmati adalah mereka yang bukan pejuang. Ironis memang tapi itulah keiklasan dan tidak punyanya kekuasaan membuat mereka akan kehilangan ruang hidupnya, bukan hanya satu keluarga satu nyawa tetapi bisa “puluhan ratusan bahkan ribuan nyawa rakyat.”
*Bunda relakan darah juang kami tuk membebaskan Rakyat*
Tlatah Gayam 7 Mei 2025
Antonius Fokki Ardiyanto S.IP
Penulis adalah
Juru Bicara Warga Terdampak
Penulis : Kurniawan
Editor : Peristiwaterkini